Warna Kuning di Telapak Kaki Karena Kotoran Sapi Tidak Bisa Hilang, Bagaimana Hukumnya?

Selepas membersihkan kandang, ternyata ada warna kuning di telapak kaki saya karena kotoran sapi yang tidak bisa hilang meskipun dicuci berulang kali.
Warna Kuning di Telapak Kaki Karena Kotoran Sapi Tidak Bisa Hilang, Bagaimana Hukumnya?

Pertanyaan:

Selepas membersihkan kandang, ternyata ada warna kuning di telapak kaki saya karena kotoran sapi yang tidak bisa hilang meskipun dicuci berulang kali. (saya membersihkan kandang sapi tidak memakai alas kaki) padahal sudah saya gosok-gosokkan ke batu. Bagaimana hukumnya?

Jawaban:

Kotoran sapi termasuk najis. Jika terkena kotoran sapi tersebut maka harus dibersihkan dengan air suci hingga hilang semua sifat-sifat najis tersebut, yaitu rasa, warna, dan baunya.

Namun demikian, para ulama me-rukhshoh atau memberi keringanan mengenai sifat najis yang sulit dihilangkan dengan rincian sebagai berikut:

  • Jika dalam membersihkan najis masih tersisa bau najis saja yang sulit dihilangkan maka dihukumi suci.
  • Jika sisa warna saja, maka dihukumi suci.
  • Jika sisa warna dan bau maka masih dihukumi najis
  • Jika tersisa rasanya saja maka dihukumi najis.

Menurut para ulama, batasan dikatakan sulit yaitu setelah dilakukan Al-hattu dan Al-qorshu dalam proses pembersihannya masing-masing 3 kali.

Al-hattu yaitu dengan menggosokkan ke batu atau kayu dan Al-qorshu yaitu menggosok dengan ujung jari-jari dengan gosokan yang keras.

Dari keterangan ini, bisa diambil kesimpulan jawaban pertanyaan di atas yaitu:

Jika yang bersangkutan;

  • Sudah membersihkannya dan berusaha menghilangkannya dengan menggosok-gosoknya memakai ujung-ujung jari dengan gosokan yang keras minimal 3 kali
  • Sudah menggosokannya ke batu atau kayu minimal 3 kali (ternyata warna kuningnya tidak bisa hilang juga)
  • Sedangkan bau dan rasanya sudah hilang, 

Maka sudah dapat dikatakan suci dan tidak perlu melakukan usaha lebih untuk menghilangkan warna kuning itu. Biarkan saja sampai warna itu hilang dengan sendirinya.

Telah dijelaskan oleh Imam Nawawi Al bantani dalam kitab kasyifatus saja syarh safinatun naja halaman 45 sebagai berikut:

فلا بد من ازالة لونها و ريحها وطعمها الا ما عسر زواله من لون او ريح فلا تجب ازالته بل يطهر محله حقيقة، بخلاف ما لو اجتمعا فى محل واحد من نجاسة واحدة لقوة دلالتهما على بقاء عين النجاسة  وبخلاف ما لو بقي الطعم لذالك ايضا ولسهولة ازالته غالبا. فالواجب فى ازالة النجاسة الحت والقرص ثلاث مرات،  وفى المصباح قال الأزهرى الحت ان تحك بطرف حجر او عود والقرص ان تدلك بأطراف الأصابع دلكا شديدا وتصب عليه الماء حتى تزول عينه واثره .انتهى. فاذا بقي بعد ذالك اللون أو الريح حكم بالتعسر وطهارة المحل.

Artinya:

"Maka mesti untuk menghilangkan warna najis, bau najis dan rasa najis kecuali sesuatu yang sulit menghilangkannya dari warna atau bau, maka tidak wajib menghilangkannya dan bahkan dihukumi tempatnya itu suci secara hakikat. lain halnya (belum dikatakan suci.penj)  jika masih sisa warna dan bau pada tempat yang satu dan dari najis yang satu karena kuatnya pentunjuk masih adanya warna dan bau atas masih adanya zat najis. Dan lain halnya jika masih sisa rasa najis, karena kuatnya petunjuk juga dan karena pada umumnya mudah menghilangkan rasa najis.

Maka yang wajib dalam proses menghilangkan najis adalah Al hatt dan Al qorsh 3 kali. dalam al misbah berkata azhuri Al hatt yaitu engkau menggaruk dengan ujung batu atau kayu dan Al qorsh yaitu engkau menggosok dengan ujung jari jemari dengan gosokan yang keras dan kau kucurkan air atasnya hingga hilang zat najis dan bekasnya.selesai.

Dan apabila setelah proses itu masih sisa warna najis atau bau najis maka dihukumi dengan ta'ssur (dianggap sulit dihilangkan) dan dihukumi suci tempatnya najis tersebut."

Baca juga: Sikap melihat najis pada orang yang sedang shalat.

والله اعلم بالصواب